Kesabaran di Balik Indahnya Chinese Painting

         



Menawan keindahan dalam sapuan lembut
Terekam di atas kanvas putih
Ketulusan, keikhlasan dan kesabaran
Menantinya hingga selesai

Sajak pendek itu, menjadi ungkapan dalam menyaksikan lukisan-lukisan Chinese painting murid Madame Chiang yang berpameran dengan tema Piece of Life  di gedung Ikatan Wanita Pelukis Indonesia (IWPI) Jawa Barat, Jalan Teuku Umar No. 6 Bandung, sejak 16 September lalu hingga 31 Oktober 2012. 

Mata seolah tidak bosan meniti satu persatu 50 lukisan yang tertata apik di tiga ruangan.  Dimulai dari lukisan chinese painting di atas kanvas berjudul Harvesting karya Alexandria Lily, menggambarkan kehidupan pertanian di desa yang tenang dan syahdu. Murid putri mendiang Madame Chiang, Teng Moe Yin yang lahir di Bandung ini memainkan warna-warna hijau, orange, kuning, biru dan putih untuk melukiskan kesejahteraan penduduk desa dengan air mengalir dan padi menguning.

Gambaran yang sama dilukiskan oleh Bernadette atas karya Chinese paintingnya yang diberi judul Pemandangan. Keindahan alam yang dilukiskan wanita yang belajar melukis kepada maestro seni Barli Sasmitawinata dan Chinese Painting kepada Madame Chiang dan Ten Moe Yin, seolah membawa kita terbang ke nirwana yang damai dan suci.

Sedamai lukisan Chinese Painting di atas kertas Beti Didin berjudul Damai Itu Indah. Pelukis yang mahir menggoreskan kuasnya di atas kain setelah berlajar dari Ibu Sodjanah, belajar  melukis di atas kanvas dari Rendra dan Chinese painting dari Teng Moe Yin, mengingatkan kita untuk selalu menjaga kedamaian. Sebab, damai itu memang sangat indah. Pesannya dalam lukisannya yang mengesankan bunga bermekaran.
Cien Ling, murid Madame Chiang sejak tahun 2003 menunjukkan tema karya yang berbeda. Melukiskan seekor harimau belang, ia memberi judul Menunggu Mangsa. Kendatipun terkesan sangar, namun sapuan lembut dari lukisan Chinese painting di atas kertas miliknya sanggup memberikan kesan kelembutan dan kesabaran jiwanya sebagai pelukis.

Kelembutan dan kesabaran juga tergores indah dalam sapuan kuas Debora Maria dalam lukisan Chinese paintingnya berjudul Feeding te Birds. Menonjolkan warna ungu, murid Teng Mo Yin ini menonjolkan sisi feminismenya.

Sama seperti tiga lukisan dari Ferlin Yoswara yang masing-masing diberi judul Laying in Pleasure, I Reach You, dan She Is Paradise. Memainkan tehnik pada tiga lukisannya, Sarjana Seni Rupa dari Universitas  Kristen Maranatha dan pernah belajar Chinese painting dan seni patung di Guangxi Art Institute, Naning, China ini, seolah ingin menunjukkan jati diirnya sebagai perupa.

Lukisan indah dan eksotic juga dapat dilihat dari lukisan Fifi Bridget yang berjudul Crysanthemum. Ibu rumah tangga yang menjadi ketua panitia pada perhelatan pameran lukisan Chinese Painting ini, juga seolah menggambarkan sisi feminismenya yang kokoh namun lembut. Bagi murid Madame Chiang ini, melukis adalah gambaran jiwanya yang selalu menikmati kehidupan.

Frans Christian Tanuwijaya, salah satu pelukis laki-laki berusia muda murid Teng Moe Yin ini menghadirkan lukisan indah Chinese painting di atas keras berjudul The Coupled Peacock and Peahen . sapuan lembutnya menampakan sisi kasih sayangnya sebagai seorang lelaki.

Berbeda dengan Fransisca Valentina, murid SMPK I Bina Bakti kelas VIII yang kini belajar melukis pada Teng Moe Yin. Sebagai remaja ia menggambarkan keindahan dirinya lewat  gambar ikan berjudul Menang Bersaing dengan media water color di atas kertas.

Hani Widiatmoko, menghadirkan lukisan indahnya Chinese painting di atas kertas berjudul landscape. Sebuah lukisan yang sangat kental dengan nuansa Chinese paintingnya. Tulus, lembut namun penuh kesabaran.

Kesabaran itu juga dituangkan Harlim lewat lukisan abstraknya berjudul Garden Raphsody. Menggunakan media acrylic di atas kanvas, Harlim memainkan warna-warna terang diatas warna lembut. Lelaki kelahiran Bandung tahun 1945 ini belajar melukis pada Teng Tien Wend an Madame Chiang.

Lukisan Chinese painting di atas kertas tentang sepasang burung bangau dihadirkan Haryati M. iskandar berjudul One Mind on Heart. Dominasi putih, hijau dan hitam, menyatukan gambar itu dengan penuh cinta dan kesetiaan.

Ho Fung Lan juga tidak mau ketinggalan menunjukkan ketulusan,keikhlasan dan kesabarannya dalam karya Chinese painting di atas kertasnya, berjudul Keindahan Alam. Wanita yang belajar melukis pada Teng Moe Yin ini sangat menonjolkan sisi-sisi detailnya dalam karyanya.

Ho Se Chen, murid Teng Tian Wen dan Madame Chiang, serta sempat berguru Chinese painting pada Mr Chen Chu Liang di China pada tahun 1988 dan oil painting pada Barli Sasmitawinata, memperlihatkan jati dirinya sebagai pelukis lewat karya berjudul Still Life.

Lukisan berjudul kesenangan dari Huang Chiu Yin dan lukisan Bunga Khayalan dari Le Cen, bukan hanya mengugah keindahannya. Namun menonjolkan sisi kelembutan seorang perempuan melalui karya Chinese painting di atas kertas. Keduanya merupakan murid dari Teng Moe Yin.

Sekelompok Bangau dari Ie Lie Yoen. Meskipun medianya mengunakan acrylic di atas kanvas namun lembut sapuan dan paduan warnanya sangat menggambarkan cirri khasnya sebagai pelukis Chinese painting yang pernah belajar pada Teng Tien Wen dan Madame Chiang.

Lukisan berbeda tema justru dihadirkan Iwan Kertawijaya berjudul Berhias. Menggunakan media oli di atas kanvas, lelaki ini menggambarkan gadis bali yang sedang bersolek. Hal sama pada lukisan Sandy Leonardo yang berjudul penari legong. Bedanya, lukisan ini memakai media water color di atas kertas.

Janty Herlina dan Katarina Ningrum hadir di pameran itu dengan lukisan masing-masing berjudul Sun Flower dan Enjoying Tranquality. Menggunakan media Chinese painting on paper keduanya juga memperlihatkan sisi feminisnya, setelah sekian lama belajar pada Teng Moe Yin.

Lukisan terkesan ekstrem dihadirkan Kumake dengan judul 7/7 dan Kuo Liang Chen dengan juudl Topeng. Meskipun mengunakan media berbeda, namun kehadrian keduanya memberikan nuasa cukup beda di antara lukisan yang ada.

Keberanian warna, kelembutan hati, dan kesabaran jiwa hadir pada empat lukisan berikut. Rejeki karya Lo Lie Yin, Sejoli karya Lucy Sinarta, Sembilan karya Nakis Barli dan Prima karya Netty Fries. Keempatnya, menunjukan kematangan masing-masing sebagai seorang pelukis.

Menarik di simak di pameran ini adalah karya Ong Ibrahim dengan seni rupa pertunjukannya berupa Wayang Bayang. Lelaki yang belajar melukis dari Madame Chiang ini menampilkan karyanya sesaat setelah acara pembukaan.

Demikian juga dengan karya Dra Hj. Prie Ernalia Wiranegara, MSn. Peraih anugerah Kartini Award tahun 2009 ini menampilkan lukisan berjudul Ancient Chinese Culture. Sebuah lukisan Chinese painting dengan menggunakan acrylic di atas kanvas.

Anak muda seperti Priscilia Thiofanny hadir dengan lukisan bertema hewan berjudul Orang Utan dengan media Chinese painting on paper. Meskipun warnanya hanya didomiasi hitam dan putih, namun karyanya tampak hidup. Lukisan hewan juga dihadirkan  Silvi Lakasurka, murid SMAK 1 Penabur Bandung dengan lukisan berjudul Ayam. Demikian halnya Sisca Indrawati yang menghadirkan lukisan wajah angjing pudel berhidung pesek berjudul My Lovely.

Rabika Sukmawati, Retno D Hardjoko, Siu Ling, dan Sua Hoa, Tjih Sunny, Tjutju Wijaya, Veronica Min, Wiena Liong, Yang Chai Yin, Yang Huei Lan, Yanti Wiradharma dan You Wan Shia tidak ketinggalan dengan lukisan Chinese paintingnya. Masing-masing hadir dengan judul Green of Paradise, Burung Kecilku, Pesona Bunga Peony,  Kesucian Teratai, Bunga Mei, Innocent, Bunga Taratai, Kelabu, Red Flower, Beauty Flower, Ikan Kio dan Bunga Matahari. Lukisan-lukisan ini lembut mempesona.  

Agak istimewa tentu saja lukisan yang sangat kental dengan legenda china dari Tan Giok Hoey berjudul Monkey King. Melihat lukisan ini kita langsung teringat kepada cerita kera sakti yang mendampingi gurunya dalam perjalanan ke barat mencari kitab suci.

Itu pula yang dhiadirkan oleh sang guru Chinese painting penerus dari Madame Chiang, Teng Moe Yin. Menghadirkan lukisan berjudul Berburu, kita pun dibawa olehnya pada kisah-kisah jaman kerajaan di China yang senang berburu.

Semua keindahan lukisan itu disaksikan di pameran yang berlangsung lebih lama sebulan dari jadwal duasebelumnya, yang hanya berlangsung selama dua pekan. Dibuka Ketua IWPI  Jawa Barat, Nakis Barli, bertutur, ‘’ belajar Chinese painting itu sangat memerlukan ketekunan dan kesabaran. Disamping itu kita juga jadi belajar tentang kebudayaan China yang sangat berkarakter.’’ ***

Postingan populer dari blog ini

Menikmati Kuliner Sulawesi di Bandung

Seni Kaligrafi China, Lahir dari Cinta